Skip to main content

WBAC: Menjadikan Anak Suka Buku

Anak suka buku beda dengan anak bisa baca buku. Bisa baca buku belum tentu suka sama buku, tapi yang suka buku lebih mudah memotivasinya untuk cepat bisa baca buku. Kalau ada orangtua yang bilang susah sekali mengupayakan anak bisa baca sampai harus cari guru privat, maka membuat anak suka buku juga butuh upaya ekstra.


Mengenalkan anak buku sejak dini sebetulnya menjadi satu-satunya jalan agar kelak kita orangtua tak susah payah membuat anak mencintai buku. Kita mulai dengan bercerita atau membacakan isi buku (bagi anak yang belum bisa baca) atau mengajaknya ke perpustakaan ramah anak atau toko buku. Anak yang sudah bisa baca, bisa kita tambahi dengan kegiatan edu game yg menjadikan buku sebagai medianya.


Secanggih-canggihnya teknologi hari ini hingga melahirkan aplikasi e-book, buku manual tetaplah pilihan terbaik dan tak akan terganti. Toh, hari ini buku manual terutama yang diperuntukkan untuk anak-anak didesain dengan semenarik mungkin tanpa mengabaikan nilai edukasi yang menjadi tujuan utama. Misalnya seperti buku lipat, buku bergeser, buku berbayang, buku berjendela, buku sentuh, dll. Buku seperti ini bisa menjadi pilihan orangtua untuk memancing kesukaan anak pada buku.



Resahlah kita orangtua jika anak mulai menunjukkan ketergantungan pada gadget. Merugilah kita orangtua jika diam saja dan tak mengambil tindakan apa-apa. Ada banyak edu game atau tontonan (yang menurut kita) mendidik mungkin di gadget kita, tapi renungkan sebentar efek buruknya untuk jangka panjang. Jangan sampai itu hanya menjadi alasan kita untuk menjauhkan diri sejenak dari anak-anak. Padahal saat anak memakai gadget pun, kita perlu mendampinginya. 


Buktikan sendiri, bagaimana anak-anak yang menyukai buku (bahkan sejak dalam kandungan) tumbuh dengan nilai hidup yang baik. Suguhi dengan nilai-nilai agama juga agar kelak bukan sekedar menjadi anak yang pintar tapi jauh dari akhlak yg baik. Pernah menemukan anak-anak pintar seperti ini kan? Kita tentu ingin punya anak yg pintar dan taat pada agamanya.❣️





-Fitri AB-
(Dosen Blogger dan Sygma Learning Consultant/wa/hp: 085261747088)

Comments

Popular posts from this blog

Atasi Stres dengan To Do List

Sebagian orang pernah berada di kondisi sedang banyak beban dan tekanan. Jika mahasiswa, biasanya beban atau tekanan itu berupa tugas dari dosen yang lumayan banyak. Jika pekerja, tentu beban seputar pekerjaan. Jika seorang ibu rumah tangga, beban dan tekanan itu berasal dari pekerjaan dan urusan di rumah yang tidak ada habisnya. Nah, bagaimana dengan Anda? Tekanan atau beban apa yang biasanya menghampiri hidup Anda?  Tekanan atau beban yang tidak terkendali ini biasanya akan membuat seseorang stres dan bisa berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang di sekitar kita. Menurut UNICEF, stres  adalah perasaan yang kita rasakan saat berada di bawah tekanan, merasa overwhelmed , atau kepayahan menghadapi suatu kondisi. Stres dalam batas tertentu bisa memberi efek positif dan memotivasi kita untuk meraih suatu tujuan. Namun, stres yang berlebihan, apalagi jika terasa sulit diatasi, dapat berdampak negatif terhadap suasana hati, kesehatan fisik dan mental, dan hubungan kita dengan

Selalu Peringkat 1

My first son , Fatih, kali pertama terima raport sebagai anak SD. Rasanya semua ibu pasti sama deg-degan, bahagia dan harunya menerima laporan hasil belajar dan prestasi anaknya di sekolah seperti saya. Di balik rasa itu ada hasil refleksi diri yang bikin tambah haru: "Ya Allah, rupanya anak kami sudah SD sekarang. Semoga kami Engkau mudahkan menyekolahkan mereka setinggi mungkin di sekolah terbaik." Jadi, Fatih sekarang sekolah di salah satu SDIT dekat rumah. Dari zaman aku masih S1, aku memang udh niat sekali bakal sekolahin anak-anak aku kelak di sekolah ini. Kenapa sampai segitunya? Karena aku lihat para guru di sana terjaga ibadah dan hafalannya. Para gurunya juga punya guru yg membimbing ibadah dan amalan yaumiahnya. Automatically , akhlak dan ibadah anak-anak di sekolah ini juga dikontrol sepenuh hati oleh para ustadzahnya. Gimana gak tertarik coba. Alhamdulillah, niat ini kesampaian bersamaan dengan harapan yang lain.  Dari awal udah tahu sih kalau di sekolah ini gak

Tentang Sebuah Penerimaan Paling Berharga

Sampai hari ini tentu sudah tak terhitung orang yang bertemu dan berinteraksi dengan kita. Begitu juga mungkin dengan orang-orang yang tetap terjalin dan terjaga komunikasinya dengan kita, misalnya sahabat. By the way, konon katanya mereka yang introvert, punya sedikit teman dekat tapi awet dan mereka nyaman dengan itu.  Di antara orang-orang yang "terkoneksi" dengan hidup kita pastilah mereka hadir dengan karakter, sifat, dan sikapnya masing-masing. Pada masanya, kita pun akan punya pandangan dan penilaian khusus tentang mereka dalam banyak hal, termasuk perihal penerimaan mereka atas diri kita. Namun, apapun pandangan orang lain tentang diri kita, yang paling berharga adalah bagaimana kita menilai diri kita sendiri. Bagaimana kita dengan tulus menerima diri kita sendiri. Sebuah penerimaan yang berharga bukanlah dari orang lain, tapi dari diri kita sendiri. Kelak, saat kita berharap pada orang lain, kita tidak terlalu kecewa jika harapan itu tidak tercapai. Nanti